Senin, 24 Maret 2014

Buku vs Gadget… Pilih Mana?



Tak dipungkiri lagi dunia internet sudah merupakan dunia semua kalangan di zaman ini. Menjelajahi dunia oleh setiap kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa hingga usia lanjut (masih) tetap setia pada dunia maya. Tiada hari tanpa membaca, tiada hari tanpa memantau berita dan tiada hari tanpa mengenal dunia. Paling tidak ya sekedar mengetahui aktivitas rekan-rekan terdekat via online.

Gadget sudah pasti menjadi pilihan sebagai pelengkap untuk menjelajahi dunia maya. Gadget merupakan alat fungsi praktis spesifik yang berbau teknologi. Simple, ringan, berukuran mini, praktis dan itu yang membius orang-orang harus memilikinya. Gadget yang dikoneksikan internet mengajak setiap orang dengan cepat menjelajahi dunia, kapanpun dan dimanapun. Online sudah menjadi kebiasaan rutin bahkan sudah menjadi kebutuhan hidup individu setiap hari. Ingin mencari defenisi, informasi, bahkan referensi, orang-orang dengan gampang saja menggunakan gadget pribadi. Lebih memudahkan dan lebih mengefisienkan waktu.
Indonesia sebagai negara konsumsi terlebih pada teknologi terlihat sangat mengagungkan gadget sebagai teman yang menguntungkan untuk berinteraksi di dunia maya. Sudah pasti situs-situs tertentu menjadi pilihan utama untuk disinggahi sebagai kegiatan rutin per hari. Silahkan saja lihat di alexa.com situs-situs apa saja yang terpopuler oleh masyarakat Indonesia untuk di-klik setiap hari setiap saat.
Gadget yang tak lepas di tangan selain membawa efek positif, sudah pasti membawa efek negatif pula. Memang sangat memudahkan dalam mengakses informasi sebagai upaya memantau berita. Lain halnya bila mencari defenisi dan referensi. Lihat saja di kalangan pelajar ataupun mahasiswa, dengan semakin mudahnya akses ke internet dapat dengan cepat mencari defenisi sesuai kebutuhan dari banyak sumber-sumber yang disediakan oleh google.com/co.id mesin pencari otomatis (googling), begitu pula halnya bila mencari referensi untuk sebuah karya tulis. Hasil yang banyak dan sumber yang banyak ditemukan justru lebih sulit mengingatnya satu per satu. Ketika meng-klik dari satu link ke link lainnya hanya dalam durasi tertentu yang sangat terbatas mengingat sedikitnya waktu yang tersisihkan untuk mengakses situs-situs defenisi dan referensi ketimbang mengakses situs-situs sosial media akan menimbulkan efek tertentu. Sudah jelas, banyak web/blog yang tersedia sebagai sumber untuk defenisi dan referensi oleh yang membutuhkan. Banyak dan pada akhirnya membingungkan untuk dipilih mana yang penting dari yang terpenting. Sedikit waktu kesempatan membaca pada akhirnya membuat gampang lupa. Nah, efektif dan efisienkah itu? hehe…

Lalu, bagaimana dengan buku? Masih banyak kah penggemarnya? Masih kah ada yang tetap setia memegang buku? Secanggih-canggihnya gadget saya rasa orang-orang masih tetap dan selalu ingin memiliki buku. Kita masih akan tetap membutuhkan buku. Banyak manfaat dari membaca dan menguasai isi buku yang pernah dibaca. Membaca satu buku akan memberi manfaat banyak pada perubahan diri. Dari hal yang kecil saja, banyak kata-kata/pernyataan-pernyataan dalam sebuah buku secara tidak langsung sudah membentuk pola pikir baru, merubah perspektif dahulu.
Coba saja bandingkan bagaimana generasi terdahulu yang lebih banyak belajar menggunakan buku ketimbang generasi sekarang yang memudahkan segalanya dengan teknologi canggih (gadget). -saya jadi teringat dengan perkataan Dosen saya yang pernah mengambil kesimpulan bahwa ‘anak zaman sekarang lebih cepat dan gampang lupanya terhadap sesuatu (terutama pelajaran) ketimbang saya yang sudah tua ini justru lebih banyak mengingat daripada saudara-saudara yang masih muda‘. Nah, jelas saja sudah terlihat bahwa generasi sekarang sebahagian sudah memilih belajar menggunakan gadget ketimbang harus menyisihkan waktu banyak untuk belajar menggunakan buku.
Hipotesis saya tentang Buku vs Gadget;
  1. Membaca buku jauh lebih awet di dalam ingatan ketimbang harus membaca banyak hal yang hanya diakses via gadget. Banyak baca, banyak lupa. Banyak mengingat, jauh dari lupa. Memegang buku lebih mengizinkan waktu untuk mengingat.
  2. Memegang gadget memang jauh lebih ringan dan praktis daripada harus memegang tumpukan buku yang lebih mengorbankan tenaga. Tetapi, belajar dengan buku sesering mungkin jauh lebih mencerdaskan daripada belajar dengan gadget yang melalaikan waktu.
  3. Menggunakan gadget terbatas pada daya baterai, sering digunakan berarti pengurangan daya baterai yang berlebihan. Lain halnya dengan buku yang kapan saja bisa digunakan sesuka hati dan sesering mungkin.
  4. Mengoleksi buku merogoh kocek yang cukup ringan, sedangkan mengoleksi gadget harus merogoh kocek yang berat hingga jebol.
  5. Memiliki buku-buku hanya melakukan perawatan yang sederhana, sedangkan memiliki banyak gadget membutuhkan perawatan yang extra.
  6. Harga 1 (satu) gadget sudah dapat membeli beberapa tumpukan buku yang digemari.
  7. Gadget jelas memiliki efek radiasi yang membawa penyakit bagi para penggunanya, lain halnya memegang buku tanpa efek apapun, kecuali anda akan merubah persepsi sebagai pengembangan kualitas diri.
So… Book or Gadget? Which one?

“Budaya Membaca Buku”



Ketika kita mendengar kata “membaca” yang terlintas di benak sebagian orang membaca merupakan hal yang membosankan karena menyita waktu,tenaga,dan pikiran.ada pula yang berasumsi membaca adalah kegiatan yang tidak bermanfaat karena tidak menghasilkan materi..padahal apabila kita berpikir positif bahwa membaca adalah hal yang menyenangkan dan banyak manfaatnya Mengapa demikian ??? karena dengan membaca kita mendapatkan informasi,menambah wawasan atau pengetahuan,dan juga meningkatkan kecerdasan.

Hanya dengan melihat dan memahami tulisan yang ada dalam bacaan tersebut baik pengetahuan umum maupun pelajaran disekolah atau kampus membaca menjadi kegiatan yang sederhana yang membutuhkan modal sedikit,akan tetapi menuai banyak keuntungan atau manfaat.

Tidak selamanya kita ingin membaca sebuah buku harus ketoko buku yang menjual buku dengan harga yang mahal,banyak tempat untuk mendapatkan buku dengan harga murah tapi berkualitas.Membaca itu gratis hanya saja kita perlu media untuk apa yang akan kita baca yaitu “buku”.Membaca juga tidak harus buku yang baru bekas pun bisa, membaca juga bisa kita dapatkan dari hal yang kecil contohnya saja koran,majalah,tabloid dan lain-lain yang kita dapat dari membeli gorengan misalnya,mading disekolah atau dikampus karena dengan begitu kita mendapatkan informasi dari apa yang tertulis ataupun terpajang.Kita harus tanamkan kepada diri kita bahwa membaca itu memang benar sangat bermanfaat.

Kebiasaan membaca adalah ketrampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan,bukan ketrampilan bawaan.Oleh karena itu budaya membaca bisa dibina dan dikembangkan,kegiatan membaca pada umumnya berguna mendapatkan manfaat langsung dan tujuan akeademik untuk memenuhi tuntutan kurikulum baik sekolah maupun perguruan tinggi.Buku sebagai media transformasi dan penyebaraluasn ilmu tanpa batas sehingga ilmu dapat dikomunikasikan dengan cepat semakin banyak membaca buku semakin banyak pula wawasan terhadap permasalahan di dunia naka dari itulah buku disebut jendela dunia.

Marilah dari sekarang kita tanamkan budaya membaca buku mulai dari diri kita sendiri pada saat ini dan sampai nanti… Indonesia harus terus menanamkan budaya membaca untuk mendapatkan generasi yang baik,pintar,cerdas.Dan tidak lagi menjadi Negara terbelakang

KPOPERS DIMATA PSIKOLOG?



seorang psikolog pernah mengatakan: Jangan pernah meremehkan anak-anak yang mencintai/mengagumi selebriti Korea. karna hati mereka lebih murni, hangat daripada orang lain. Mereka tulus mencintai artis tersebut. mereka berteman dengan orang yang memiliki ketertarikan yang sama walaupun berbeda kota, umur, negara. Mereka tidak mendiskriminasi orang berdasarkan ras. Mereka berusaha mengatasi perbedaan bahasa dan budaya. Mereka adalah orang yang tidak mudah menyerah, gigih dan tidak menghianati orang yang mereka sukai.

Menurut investigasi, ketika mereka mencintai memuja selebriti korea mereka mengalami hal yang tak pernah dialami sebelumnya. Mereka memahami makna dari bersyukur. Hati mereka menjadi lebih sensitive dari pada sebelumnya. Mereka menjadi lebih peduli terhadap orang lain. mereka adalah orang-orang yang mudah tersentuh. Cara berpikir merekapun berbeda dengan orang lain. mereka adalah tipe orang-orang yang tidak mudah terpengaruh cinta, mereka juga termasuk orang-orang yang tidak pernah berpikir melakukan hal-hal buruk. Karna criteria mereka saat mencari pasangan sangat tinggi. Menurut mereka kpribadian seseorang jauh lebih penting dari pada penampilan seseorang.

Mereka juga termasuk orang-orang yang memiliki memori kuat dan baik. Mereka dengan mudahnya menyerap lyric lagu korea yang tidak mereka mengerti. Mereka adalah orang-orang ceria yang memiliki kemampuan koordinasi sangat tinggi. Memiliki tekad yang kuat untuk membeli sesuatu yang berhubungan dengan selebriti yang mereka sukai.
Hanya REAL KPOPERS yg bisa mengerti :)

Apa itu Sosial Media




What is Social Media
Sosial media adalah sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Sosial media dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian besar yaitu :
1. Social Networks, media sosial untuk bersosialisasi dan berinteraksi ( Facebook, myspace, hi5, Linked in, bebo, dll)
2. Discuss, media sosial yang memfasilitasi sekelompok orang untuk melakukan obrolan dan diskusi (google talk, yahoo! M, skype, phorum, dll)
3. Share, media sosial yang memfasilitasi kita untuk saling berbagi file, video, music, dll (youtube, slideshare, feedback, flickr, crowdstorm, dll)
4. Publish, (wordpredss, wikipedia, blog, wikia, digg, dll)
5. Social game, media sosial berupa game yang dapat dilakukan atau dimainkan bersama-sama (koongregate, doof, pogo, cafe.com, dll)
6. MMO (kartrider, warcraft, neopets, conan, dll)
7. Virtual worlds (habbo, imvu, starday, dll)
8. Livecast (y! Live, blog tv, justin tv, listream tv, livecastr, dll)
9. Livestream (socializr, froendsfreed, socialthings!, dll)
10. Micro blog (twitter, plurk, pownce, twirxr, plazes, tweetpeek, dll)

Sosial media meghapus batasan-batasan manusia untuk bersosialisasi, batasan ruang maupun waktu, dengan media sosial ini manusia dimungkinkan untuk berkomunikasi satu sama lain dimanapun mereka bereda dan kapanpun, tidak peduli seberapa jauh jarak mereka, dan ttidak peduli siang atau pun malam.
Sosial media memiliki dampak besar pada kehidupan kita saat ini. Seseorang yang asalnya “kecil” bisa seketika menjadi besar dengan Media sosial, begitupun sebaliknya orang “besar” dalam sedetik bisa menjadi “kecil” dengan Media sosial.

Apabila kita dapat memnfaatkan media sosial, banyak sekali manfaat yang kita dapat, sebagai media pemasaran, dagang, mencari koneksi, memperluas pertemanan, dll. Tapi apabila kita yang dimanfaatkan oleh Media sosial baik secara langsung ataupun tidak langsung, tidak sedikit pula kerugian yang akan di dapat seperti kecanduan, sulit bergaul di dunia nyata, autis, dll).

Orang yang pintar dapat memanfaatkan media sosial ini untuk mempermudah hidupnya, memudahkan dia belajar, mencari kerja, mengirim tugas, mencari informasi, berbelanja, dll.

Media sosial menambahkan kamus baru dalam pembendaharaan kita yakni selain mengenal dunia nyata kita juga sekarang mengenal “dunia maya”. Dunia bebas tanpa batasan yang berisi orang-orang dari dunia nyata. Setiap orang bisa jadi apapun dan siapapun di dunia maya. Seseorang bisa menjadi sangat berbeda kehidupannya antara didunia nyata dengan dunia maya, hal ini terlihat terutama dalam jejaring sosial.

Stop Trend Galau (Remaja, Jangan Lagi Galau!)



            Semua tahu, beberapa tahun belakangan pun hingga saat ini. Kata “galau” menjadi trendsetter di kalangan remaja, bahkan parahnya galau bukan hanya menjadi trendsetter dalam penggunaan bahasa. Tapi sudah mengakar sampai tahap mindset dan pola tingkah laku. Penulis masih terngiang salah satu pesan seorang guru. “menulislah karna keresahan, karna kegelisahan”. Untuk itulah tulisan ini hadir, fenomena akut akan kegalauan yang banyak menimpa para remaja kita. Dan seolah tiada akhir ini, membuat kita mestinya bersegera untuk mengakhiri trend “bahaya” ini.

Serba Galau
            Sejatinya kata “galau” bukanlah kosakata yang baru, kata tersebut telah ada sejak waktu dahulu, namun intensitas penggunaannya belum sampai seperti sekarang. Entah bagaimana, kata galau mampu mencuat dan eksis hingga sampai seperti belakangan ini. Namun itu bukanlah persoalan utama, karna memang di zaman sekarang ini, kosakata yang muncul hingga menjadi trendsetter  dalam penggunaannya, di kalangan remaja khususnya. Adalah kosakata yang cenderung “aneh” dan membuat kita kebingungan dengannya. Sebagai contoh di antaranya yaitu “ciyus”,“kepo” dan kata-kata aneh lainnya. Yah, begitulah pergaualan remaja saat ini.
Namun pertanyaan pentingnya adalah, apa sebenarnya penyebab para remaja kita menjadi rentan galau. Ada banyak faktor sejatinya penyebab dari masalah ini. Di antaranya, pertama, Hadirnya sosial media itu sendiri. Penggunaan kata galau hingga sampai menjadi pola pikir dan tingkah laku seperti saat ini, tidaklah bisa dipisahkan dengan kehadiran sosial media sebagai sarana penyebarannya. Bahkan trend galaupun sebagian besar banyak kita temukan disana –facebook, twitter dan sebagainya-.
Kedua, Tidak mempunyai teman curhat. Fenomena curhat galau di sosial media juga salah satunya disebabkan karena tidak adanya orang lain sebagai tempat berkeluh kesah. Walaupun ini tidak selamanya benar, karena banyak yang juga mempunyai teman sebagai tempat curhatnya, tapi tetap saja sosial media dijadikan tempat pertama untuk berkeluh kesah. Mungkin memang karna ada sebab lain semisal, ingin eksis, cari perhatian atau lain sebagainya.
Ketiga, trend galau juga biasanya tercipta karena banyak di antara remaja kita yang tidak mempunyai aktifitas yang harus dikerjakan atau bingung ingin melakukan apa. Ujung-ujungnya bete’, dan secara gak langsung mereka mendeklarasikan dirinya “sedang galau”.
Penyebab selanjutnya, yang keempat. Banyaknya remaja galau disebabkan oleh tayangan-tayangan media, khususnya televisi. Dikarenakan acara-acara yang disuguhkan oleh layar segi empat tersebut, banyak mengandung efek-efek atau pengaruh yang “menggalaukan”. Dan virus galau sangat terasa pada tayangan-tayangan seperti sinetron. Kisah cinta yang disajikan membuat penonton -khususnya kalangan remaja- terbodohi. Membuat penonton jadi banyak berandai-andai, ingin juga mempunyai kisah cinta rekayasa seperti di sinetron. Yang padahal tidak akan terwujud di kehidupan nyata para penonton, yang akhirnya hanya membuat mereka terjangkit virus galau stadium akut.
Yang terakhir, penyebab galau disebabkan karna kurangnya iman. Atau tepatnya jarang ibadah. Dalam hidup, yang namanya masalah, cobaan, dan problematika hidup lainnya pastilah ada. Dan sebagai manusia yang meyakini adanya Tuhan, hendaknya kepada-Nyalah kita mengadu akan segala persoalan hidup yang datang. Karna sesungguhnya cobaan dan masalah yang datang tersebut, adalah cara Tuhan untuk menaikkan derajat kita sebagai hamba.
Lakukan Sebaliknya
Dari penjelasan diatas, setidaknya mestinya kita sudah mengerti apa yang seharusnya kita lakukan agar tidak terjangkit virus galau. Jika rata-rata orang masih belum cerdas dalam bersosial media, menjadikan sosial media sebagai tempat curhat akan kegalauannya. Kita hendaknya melakukan sebaliknya, dengan mengsyiarkan wacana stop trend galau. Atau mengajak untuk cerdas dalam bersosial media.
Jika masih banyak orang yang belum mempunyai teman yang mampu membimbing dirinya, untuk senantiasa melakukan hal-hal baik (bukan begalau ria). Kita hendaknya melakukan hal sebaliknya, carilah teman atau komunitas yang senantiasa mengingatkan kita akan kebaikan.
Jika masih banyak orang yang bingung untuk melakukan apa, sehingga mebuat dirinya bosan dan akhirnya galau. Kita hendaklah melakukan sebaliknya, sibukkan diri kita dengan hal-hal yang bermanfaat. Atur aktifitas sehari-hari kita, Buat schedule yang jelas –kalau perlu- akan apa-apa saja yang mestinya kita lakukan, supaya tidak terjebak pada situasi bosan tanpa kerjaan.
Jika masih banyak orang yang hobi nonton sinetron, yang menyebabkan mereka menjadi generasi galau karna tayangan tersebut. Kita hendaknya melakukan sebaliknya, hindari tayangan-tayangan yang demikian. Bahkan lebih baik tidak menonton telivisi, kalau memang toh nyatanya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
Jika masih banyak orang yang lemah imannya karna jarang mendekatkan diri kepadaNya, sehingga membuat mereka keliru untuk mengadukan kegelisahannya. Kita hendaknya melakukan sebaliknya, rajinlah dalam beribadah, lebih mendekatkan diri padaNya, serahkan segala persoalan hidup padaNya. Juga tak lupa untuk senatiasa menambah khasanah keilmuan dan keislaman kita, agar benteng diri kita semakin kuat.
Stop Galau
Terakhir, sebagai generasi muda yang masih panjang perjalanannya. Dan sadar bahwa masih banyak rintangan yang menghadang untuk menuju kesuksesan di depan sana. Trend galau yang banyak diidap oleh para remaja kini, haruslah kita buang jauh-jauh. Karna sejatinya hal itu hanya akan menghambat kita tuk menuju kesuksesan yang kita ingin capai. Siapa sih di antara kita yang tidak ingin sukses.
Untuk itu, mari kita ajak diri kita dan orang-orang di sekitar kita untuk benar-benar menyetop trend galau yang sudah mengakar ini. Karna hakikinya, dan secara jujur kita juga sepakat. Bahwa untuk meraih kesukesan tidak bisa hanya dengan aktifitas-aktifitas galau. Juga tidak ada sejarahnya orang galau bisa sukses. Karna sukses butuh perjuangan keras, usaha yang giat, niat yang kokoh, dan do’a yang terpatri.
Harapannya kita semua mampu faham betapa tidak ada perlunya galau, bahkan hebat jika kita mampu memunculkan gerakan stop galau secara masal dan terorganisir. Sehingga ke depan, para generasi muda bangsa ini adalah generasi yang sukses -secara individu-, juga merupakan generasi yang siap mengemban amanah mulia -secara global- untuk mengatasi segala persoalan negeri, dan menciptakan Indonesia yang lebih baik. Bukan generasi yang rentan galau, yang bingung mau diapakan bangsa kedepan.