Semua tahu, beberapa tahun belakangan pun hingga saat ini. Kata “galau” menjadi
trendsetter di kalangan remaja, bahkan parahnya galau bukan hanya menjadi
trendsetter dalam penggunaan bahasa. Tapi sudah mengakar sampai tahap mindset
dan pola tingkah laku. Penulis masih terngiang salah satu pesan seorang guru.
“menulislah karna keresahan, karna kegelisahan”. Untuk itulah tulisan ini
hadir, fenomena akut akan kegalauan yang banyak menimpa para remaja kita. Dan
seolah tiada akhir ini, membuat kita mestinya bersegera untuk mengakhiri trend
“bahaya” ini.
Serba Galau
Sejatinya
kata “galau” bukanlah kosakata yang baru, kata tersebut telah ada sejak waktu
dahulu, namun intensitas penggunaannya belum sampai seperti sekarang. Entah
bagaimana, kata galau mampu mencuat dan eksis hingga sampai seperti belakangan
ini. Namun itu bukanlah persoalan utama, karna memang di zaman sekarang ini,
kosakata yang muncul hingga menjadi trendsetter dalam penggunaannya, di
kalangan remaja khususnya. Adalah kosakata yang cenderung “aneh” dan membuat
kita kebingungan dengannya. Sebagai contoh di antaranya yaitu “ciyus”,“kepo”
dan kata-kata aneh lainnya. Yah, begitulah pergaualan remaja saat ini.
Namun pertanyaan pentingnya adalah,
apa sebenarnya penyebab para remaja kita menjadi rentan galau. Ada banyak
faktor sejatinya penyebab dari masalah ini. Di antaranya, pertama, Hadirnya
sosial media itu sendiri. Penggunaan kata galau hingga sampai menjadi pola
pikir dan tingkah laku seperti saat ini, tidaklah bisa dipisahkan dengan
kehadiran sosial media sebagai sarana penyebarannya. Bahkan trend galaupun
sebagian besar banyak kita temukan disana –facebook, twitter dan sebagainya-.
Kedua, Tidak
mempunyai teman curhat. Fenomena curhat galau di sosial media juga salah
satunya disebabkan karena tidak adanya orang lain sebagai tempat berkeluh
kesah. Walaupun ini tidak selamanya benar, karena banyak yang juga mempunyai
teman sebagai tempat curhatnya, tapi tetap saja sosial media dijadikan tempat
pertama untuk berkeluh kesah. Mungkin memang karna ada sebab lain semisal,
ingin eksis, cari perhatian atau lain sebagainya.
Ketiga, trend galau
juga biasanya tercipta karena banyak di antara remaja kita yang tidak mempunyai
aktifitas yang harus dikerjakan atau bingung ingin melakukan apa.
Ujung-ujungnya bete’, dan secara gak langsung mereka mendeklarasikan dirinya
“sedang galau”.
Penyebab selanjutnya, yang keempat.
Banyaknya remaja galau disebabkan oleh tayangan-tayangan media, khususnya
televisi. Dikarenakan acara-acara yang disuguhkan oleh layar segi empat
tersebut, banyak mengandung efek-efek atau pengaruh yang “menggalaukan”. Dan
virus galau sangat terasa pada tayangan-tayangan seperti sinetron. Kisah cinta
yang disajikan membuat penonton -khususnya kalangan remaja- terbodohi. Membuat
penonton jadi banyak berandai-andai, ingin juga mempunyai kisah cinta rekayasa
seperti di sinetron. Yang padahal tidak akan terwujud di kehidupan nyata para
penonton, yang akhirnya hanya membuat mereka terjangkit virus galau stadium
akut.
Yang terakhir, penyebab galau
disebabkan karna kurangnya iman. Atau tepatnya jarang ibadah. Dalam hidup, yang
namanya masalah, cobaan, dan problematika hidup lainnya pastilah ada. Dan
sebagai manusia yang meyakini adanya Tuhan, hendaknya kepada-Nyalah kita
mengadu akan segala persoalan hidup yang datang. Karna sesungguhnya cobaan dan
masalah yang datang tersebut, adalah cara Tuhan untuk menaikkan derajat kita
sebagai hamba.
Lakukan Sebaliknya
Dari penjelasan diatas, setidaknya
mestinya kita sudah mengerti apa yang seharusnya kita lakukan agar tidak
terjangkit virus galau. Jika rata-rata orang masih belum cerdas dalam bersosial
media, menjadikan sosial media sebagai tempat curhat akan kegalauannya. Kita
hendaknya melakukan sebaliknya, dengan mengsyiarkan wacana stop trend galau.
Atau mengajak untuk cerdas dalam bersosial media.
Jika masih banyak orang yang belum
mempunyai teman yang mampu membimbing dirinya, untuk senantiasa melakukan
hal-hal baik (bukan begalau ria). Kita hendaknya melakukan hal sebaliknya,
carilah teman atau komunitas yang senantiasa mengingatkan kita akan kebaikan.
Jika masih banyak orang yang bingung
untuk melakukan apa, sehingga mebuat dirinya bosan dan akhirnya galau. Kita
hendaklah melakukan sebaliknya, sibukkan diri kita dengan hal-hal yang
bermanfaat. Atur aktifitas sehari-hari kita, Buat schedule yang jelas –kalau
perlu- akan apa-apa saja yang mestinya kita lakukan, supaya tidak terjebak pada
situasi bosan tanpa kerjaan.
Jika masih banyak orang yang hobi
nonton sinetron, yang menyebabkan mereka menjadi generasi galau karna tayangan
tersebut. Kita hendaknya melakukan sebaliknya, hindari tayangan-tayangan yang
demikian. Bahkan lebih baik tidak menonton telivisi, kalau memang toh nyatanya
lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
Jika masih banyak orang yang lemah
imannya karna jarang mendekatkan diri kepadaNya, sehingga membuat mereka keliru
untuk mengadukan kegelisahannya. Kita hendaknya melakukan sebaliknya, rajinlah
dalam beribadah, lebih mendekatkan diri padaNya, serahkan segala persoalan
hidup padaNya. Juga tak lupa untuk senatiasa menambah khasanah keilmuan dan
keislaman kita, agar benteng diri kita semakin kuat.
Stop Galau
Terakhir, sebagai generasi muda yang
masih panjang perjalanannya. Dan sadar bahwa masih banyak rintangan yang
menghadang untuk menuju kesuksesan di depan sana. Trend galau yang banyak
diidap oleh para remaja kini, haruslah kita buang jauh-jauh. Karna sejatinya
hal itu hanya akan menghambat kita tuk menuju kesuksesan yang kita ingin capai.
Siapa sih di antara kita yang tidak ingin sukses.
Untuk itu, mari kita ajak diri kita
dan orang-orang di sekitar kita untuk benar-benar menyetop trend galau yang
sudah mengakar ini. Karna hakikinya, dan secara jujur kita juga sepakat. Bahwa
untuk meraih kesukesan tidak bisa hanya dengan aktifitas-aktifitas galau. Juga
tidak ada sejarahnya orang galau bisa sukses. Karna sukses butuh perjuangan
keras, usaha yang giat, niat yang kokoh, dan do’a yang terpatri.
Harapannya kita semua mampu faham
betapa tidak ada perlunya galau, bahkan hebat jika kita mampu memunculkan
gerakan stop galau secara masal dan terorganisir. Sehingga ke depan, para
generasi muda bangsa ini adalah generasi yang sukses -secara individu-, juga
merupakan generasi yang siap mengemban amanah mulia -secara global- untuk
mengatasi segala persoalan negeri, dan menciptakan Indonesia yang lebih baik.
Bukan generasi yang rentan galau, yang bingung mau diapakan bangsa kedepan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar